Post 1:
NANO TEKNOLOGI
NANO TEKNOLOGI
Nanoteknologi
adalah manipulasi materi pada skala atomik dan skala molekular. Diameter atom
berkisar antara 62 pikometer (atom Helium) sampai 520 pikometer (atom Cesium),
sedangkan kombinasi dari beberapa atom membentuk molekul dengan kisaran ukuran
nano. Deskripsi awal dari nanoteknologi mengacu pada tujuan penggunaan
teknologi untuk memanipulasi atom dan molekul untuk membuat produk berskala
makro. Deskripsi yang lebih umum adalah manipulasi materi dengan ukuran
maksimum 100 nanometer.
NANO TEKNOLOGI DI INDONESIA
Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia telah mengembangkan nanoteknologi sejak tahun 2000an
namun belum mampu mengkomersilkannya.Hal yang paling mendasar dalam menghambat
perkembangan teknologi nano di Indonesia adalah ketiadaan alat pengukuran
(metrologi) nanomaterial. Bambang Subiyanto, Kepala Pusat Inovasi LIPI menyatakan
bahwa sudah 13 tahun pengembangan nanoteknologi di Indonesia berjalan sehingga
tahap yang dituju sekarang adalah komersialisasi produk nanomaterial berbasis
kegiatan riset.
NANO TECHNOLOGY |
CONTOH TEKNOLOGI NANO
Rekayasa
protein
Rekayasa protein
adalah aplikasi ilmu teknik pada proses pengembangan protein. Ini adalah ilmu
disiplin yang baru dengan riset yang menguasai hingga pada pemahaman pelipatan
protein dan pengenalan protein untuk prinsip desain protein.
Terdapat dua
strategi umum pada rekayasa protein.Pertama dikenal dengan desain
rasional.Ilmuwan menggunakan pengetahuan yang detail dari struktur dan fungsi
protein untuk membuat desain yang diinginkan.Manfaat dari strategi ini adalah
tidak mahal dan mudah dilakukan, sejak teknik mutagenesis terpadu telah berkembang
dengan baik. Tetapi terdapat banyak penolakan dari pengetahuan struktur yang
detail dari protein yang sering kali tidak tersedia, dan meski protein itu
tersedia, akan sangat sulit untuk memprediksi efek dari berbagai mutasi yang
akan dilakukan.
Strategi kedua
adalah evolusi terarah.Ini adalah mutagenesis acak yang diaplikasikan untuk
protein, dan bagian yang terpilih digunakan untuk mengambil varian-varian yang
memiliki kualitas yang diinginkan.Langkah selanjutnya, yaitu mutasi dan
penyeleksian. Teknik ini mirip dengan proses evolusi alami, yang pada umumnya
menghasilkan hasil yang lebih superior dari desain rasional. Teknik tambahan
yang diketahui sebagai pengacakan DNA mencampurkan dan memasangkan
kepingan-kepingan dari varian-varian yang sukses untuk menghasilkan hasil yang
lebih baik. Proses ini mirip dengan rekombinasi yang terjadi secara alami
ketika reproduksi seksual. Manfaat besar dari teknik evolusi terarah adalah
tidak membutuhkan pengetahuan banyak tentang struktur protein yang dibuat dan tidak
perlu untuk memprediksi apa efek yang akan diberikan oleh protein hasil mutasi.
Faktanya, hasil yang diberikan oleh teknik ini seringkali
mengejutkan.Kerugiannya adalah, teknik ini membutuhkan sejumlah protein yang
cukup banyak, yang kadang-kadang tidak memadai bagi beberapa jenis protein.Dan
produknya harus disaring atau dipisahkan untuk mendapatkan kualitas yang
diinginkan.Dan juga, hasil yang diinginkan tidak selalu berhasil disaring.
Kedua strategi
tidak mutlak eksklusif; peneliti biasanya memakai kedua strategi tersebut. Di
masa depan, detail struktur protein dan fungsinya akan diketahui lebih banyak,
sejalan dengan perkembangan teknologi yang akan memperluas kapabilitas rekayasa
protein.
Rekayasa
jaringan
Rekayasa
jaringan (bahasa Inggris: Tissue Engineering) adalah penggunaan kombinasi
teknik sel, rekayasa dan material serta pemanfaatan factor biokimia dan
fisiokimia untuk meningkatkan atau menggantikan fungsi biologis. Walaupun
definisi rekayasa jaringan meliputi berbagai aplikasi secara luas, dalam
praktiknya hal ini lebih dekat dengan upaya perbaikan atau penggantian sebagian
atau keseluruhan jaringan seperti tulang, kandung kemih.Rekayasa jaringan juga
meliputi upaya penciptaan fungsi biokimia khusus menggunakan sel dalam suatu
organ buatan (pankreas buatan misalnya).
TUJUAN REKAYASA JARINGAN |
Rekayasa
jaringan menggunakan sel hidup sebagai bahan pembangun.Contohnya penggunaan
fibroblast dalam perbaikan kulit, perbaikan cartilage dengan kondrosit. Sel
mulai digunakan sebagai bahan pembangun sejak peneliti mampu mengetahui cara
memperpanjang telomere (komponen umur sel) dengan memanfaatkan enzim dari
tumor. Sebelumnya sel hanya dapat membelah maksimal kira-kira 50 kali.
Teknologi
nano hijau
Teknologi nano
hijau (green nanotechnology) merujuk kepada teknologi nano untuk meningkatkan
kualitas keberlangsungan lingkungan.Teknologi nano hijau juga merujuk kepada
penggunaan teknologi nano untuk membuat produk ramah lingkungan berbasis nano
dan penggunaannya.
Teknologi nano
hijau telah didefinisikan sebagai pengembangan teknologi bersih untuk
meminimalisasi potensi risiko kerusakan lingkungan dan gangguan kesehatan
manusia terkait proses manufaktur dan penggunaan teknologi nano untuk mendorong
digantikannya produk yang sudah ada dengan produk nano yang lebih ramah
lingkungan sepanjang usia penggunaannya.
Teknologi nano
hijau memiliki dua tujuan utama: memproduksi material nano tanpa merusak
lingkungan dan kesehatan manusia, dan memproduksi produk nano untuk
menyelesaikan masalah lingkungan. Teknologi ini memanfaatkan prinsip kimia hijau
dan teknologi hijau untuk membuat material nano dan produk nano tanpa bahan
beracun, menggunakan energi yang lebih sedikit, mengkonsumsi sumber daya yang
dapat diperbarui jika memungkinkan, dan menggunakan pola pikir siklus
(produksi-pakai-daur ulang) dalam segala tahap desain dan keteknikannya.
KEJAR KEKETINGGALAN
Nanopartikel
dapat meningkatkan nilai tambah material dasarnya menjadi berpuluh bahkan
beratus kali lipat.Oleh sebab itu, nanoteknologi menjadi harapan baru
negara-negara berkembang di dunia dalam upaya mengejar ketertinggalan industri
nasional mereka guna bersaing dalam era global.
Teknologi ini,
menurut Prof Arun, mampu mendukung pengembangan di bidang ketahanan pangan,
energi, TIK, teknologi dan manajemen transportasi, teknologi pertahanan dan
keamanan, serta teknologi kesehatan dan obat. Hal ini karena sifat
nanoteknologi itu yang mampu diaplikasikan di berbagai bidang terapan.
Salah satu
contoh aplikasi nanoteknologi dalam memberikan nilai tambah yang signifikan di
bidang industri pertanian atau agroindustri adalah peningkatan produktivitas
pertanian melalui nanoporous, nanonutrisi, slow-released, nanoenkapsulasi,
nanokomposit, nanoemulsi untuk packaging antibakteri, dan makanan suplemen.
KETUA LIPI Prof Dr Lukman Hakim |
Ia mengatakan
berbagai aplikasi nanoteknologi pada produk telah diterapkan, di antaranya pada
elektronik, kosmetik medis, farmasi, industri makanan, tekstil, dan keramik.
Saat ini
nanoteknologi sudah banyak merambah ke berbagai aspek kehidupan manusia.Untuk
itu, Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) beserta Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) terus bergerak menciptakan teknologi baru itu agar
tidak hanya menjadi objek pasar.
Deputi Bidang
Kelembagaan IPTEK, Kemenristek, Mulyanto mengatakan, pihaknya selalu mendorong
para ilmuwan dalam negeri untuk terus melakukan riset lebih mendalam dan
menciptakan berbagai produk bernanoteknologi. Menurutnya, Kemenristek terus
berupaya memberi kesempatan kepada para peneliti agar produk-produk
penelitiannya dapat dikomersialkan.
"Terlebih
lagi karena nanoteknologi dapat diaplikasikan di banyak area, seperti untuk
membuat pupuk yang berkualitas bagi pertanian," ujar Mulyanto.
Kepala LIPI, Prof Dr Lukman Hakim mengatakan, Indonesia harus mampu
membangun kemandirian di bidang nanoteknologi. Sejauh ini, ia mengatakan selain
memiliki berbagai sumber nanomaterial, Masyarakat Nano Indonesia (MNI) pun
sudah mampu membuat alat yang bisa mengubah partikel ke ukuran nano.
"Lebih dari
tiga miliar rupiah kami investasikan untuk mengembangkan material
nanoteknologi. Karenanya kami berharap setiap ilmuwan dari negara-negara
berkembang dapat bersama-sama bertukar ide dan menjalin kerja sama," kata
Lukman Hakim.
Ia menjelaskan,
saat ini telah terjadi perubahan dalam pengembangan riset dasar. Dahulu hanya
berjalan linier, mulai dari pengembangan, pabrikan, dan pemanfaatannya.Kini
kegiatan itu tidak berlaku lagi sebab dalam bidang teknologi nano bisa saja
dari laboratorium dapat langsung dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.
Lukman juga
menegaskan LIPI secara terbuka siap bekerja sama untuk pengembangan
nanoteknologi di Indonesia. Hal itu dimulai dari riset tingkat dasar, terapan
hingga area komersialisasi bisnis.
"LIPI tahun
ini telah resmi mendirikan Inkubator Teknologi di Cibinong Bogor.Mudah-mudahan,
infrastruktur yang telah dibangun mampu mengoptimalkan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta bisnisnya," kata dia.
Melalui Centre
for Science and Technology of Non-Aligned and Other Developing Countries (NAM
S&T Center), Lukman berharap negara-negara kecil bisa menemukan suatu
teknologi baru yang belum terpikirkan oleh negara-negara maju.
Menurutnya,
workshop yang diadakan Kemenristek bersama LIPI ini bertujuan mempertemukan
peneliti, akademikus dan para ahli industri di negara-negara berkembang pada
bidang nanosains dan nanoteknologi, untuk berdiskusi dan membahas mengenai
status dan prospek nanoteknologi yang fokus pada bahan dan proses, herbal dan
kesehatan, pangan dan pertanian, perangkat dan elektronika, serta energi dan
lingkungan.
Workshop dengan
tema “Transferring Nanotechnology Concept towards Business Perspectives”
tersebut diikuti sekitar 100 peserta, yang sepertiganya berasal dari
negara-negara sahabat anggota NAM seperti Afrika Selatan, Gambia, India, Irak,
Iran, Kamboja, Kenya, Malawi, Mesir, Mauritius, Myanmar, Nigeria, Nepal,
Pakistan, Sri Lanka, Sudan, Tanzania, Togo, Uganda, Venezuela, Vietnam,
Zimbabwe, dan Zambia.
YANG DIMINATI
Alat pemecah
partikel buatan LIPI ternyata diminati negara lain. Deputi Bidang Ilmu
Pengetahuan Teknik LIPI, Syahrul Aiman mengatakan, teknologi yang mampu
mengubah partikel menjadi ukuran nano tersebut saat ini sudah siap untuk
digunakan.
''Malaysia,
Afrika, Arab bahkan Jepang tertarik dengan alat buatan LIPI ini,'' ujar
Syahrul.
Ia menjelaskan,
pada 2010 sampai 2020, akan terjadi percepatan aplikasi nanoteknologi di bidang
industri. Negara maju dan berkembang berlomba-lomba mengembangkan teknologi ini
untuk berbagai aplikasi.Dampaknya, banyak negara yang enggan berbagi atau menjual
peralatan untuk mengembangkan nano.
Menurut Syahrul,
ada negara yang sudah mulai menggunakan alat buatan Indonesia ini di
laboratorium mereka. Penelitian alat tersebut sudah dikembangkan sejak beberapa
tahun lalu.
Sejauh ini, LIPI
menurutnya sudah membuat alat untuk mendukung nanoteknologi ini sebanyak tiga
model. Untuk menemukan alat tersebut, memang tak gampang karena alat tersebut
bisa saja cocok untuk material nano A, tapi belum tentu berhasil untuk bahan B.
Ia mengatakan nanoteknologi ini bisa membuat bahan menjadi lebih murah,
sederhana, dan lebih kuat.
Nanoteknologi,
kata Syahrul, bisa dikembangkan oleh siapa saja sehingga menjadi rebutan banyak
negara.Bukan hanya negara berkembang, menurutnya, tetapi juga negara maju ikut
mengincar nanoteknologi buatan LIPI.Salah satu negara maju yang mengincar
nanoteknologi buatan Indonesia adalah Jepang yang merupakan negara maju dalam
bidang pengembangan nuklir.
Syahrul
menjelaskan alat pemecah partikel buatan LIPI bisa mempercepat penguraian
partikel sehingga menjadi nano.Jika biasanya peneliti membutuhkan waktu dua
sampai tiga pekan untuk penguraian, ujarnya, dengan alat tersebut, peneliti
hanya butuh waktu dua hari. Selain itu, harga jual teknologi tersebut lebih
murah ketimbang di negara lain.
"Harga dari
kami lebih murah seperlima dari Eropa.Makanya, Jepang pun tertarik,"
ujarnya.
Saat ini,
menurutnya, dikembangkan nanoteknologi dalam bidang biofarmasi, khususnya untuk
pengobatan kanker. Alat itu nantinya diharapkan dapat mempercepat proses
penyerapan obat. Selain itu, LIPI sedang melakukan penelitian untuk pasir besi,
terutama membuat pigmen tinta.
Syahrul
mengatakan, sulit untuk menyebutkan negara mana yang paling maju dalam bidang
ini.Hal itu karena, menurutnya, semua negara memiliki keunggulan dari bidangnya
masing-masing.Ia mencontohkan negara Eropa dari sisi materialnya lebih maju,
namun negara Asia seperti Jepang unggul dalam nanoteknologi untuk keperluan
sehari-hari.
Post 2:
Post 2:
TEKNOLOGI
PANGAN
TEKNOLOGI PANGAN adalah suatu teknologi yang
menerapkan ilmu pengetahuan tentang bahan pangan khususnya setelah panen (pasca
panen) guna memperoleh manfaatnya seoptimal mungkin sekaligus dapat
meningkatkan nilai tambah dari pangan tersebut. Dalam teknologi pangan,
dipelajari sifat fisis, mikrobiologis,
dan kimia dari bahan
pangan dan proses yang mengolah bahan pangan tersebut. Spesialisasinya beragam,
di antaranya pemrosesan, pengawetan, pengemasan, penyimpanan, dan sebagainya.
Sejarah teknologi pangan
dimulai ketika Nicolas Appert mengalengkan bahan pangan,
sebuah proses yang masih terus berlangsung hingga saat ini. Namun ketika itu,
Nicolas Appert mengaplikasikannya tidak berdasarkan ilmu pengetahuan terkait
pangan. Aplikasi teknologi pangan berdasarkan ilmu pengetahuan dimulai oleh Louis Pasteur ketika mencoba untuk mencegah
kerusakan akibat mikroba pada
fasilitas fermentasi anggur
setelah melakukan penelitian terhadap anggur yang terinfeksi. Selain itu,
Pasteur juga menemukan proses yang disebut pasteurisasi, yaitu
pemanasan susu dan produk
susu untuk
membunuh mikroba yang ada di dalamnya dengan perubahan sifat dari susu yang
minimal.
Sejarah Teknologi pangan di
Indonesia menyangkut beberapa aspek, disamping aspek program pendidikan juga
berhubungan erat dengan sejarah perkembangan institusi, bidang IPTEK, SDM
(Staff, lulusan), prasarana dan fasilitas, juga menyangkut perkembangan
lapangan kerja, industri dan perdagangan produk pangan serta dinamika
masyarakat dan trend konsumsi pangan.
Manfaat
teknologi pangan
Adanya
teknologi pangan sangat mempengaruhi ketersediaan pangan. Alam menghasilkan
bahan pangan secara berkala, sementara kebutuhan manusia akan pangan adalah
rutin. Kita tidak mungkin menunda kebutuhan jasmani hingga masa panen tiba.
Oleh karena itu, terciptalah teknologi pengawetan sehingga makanan dapat
disimpan untuk jangka waktu yang cukup lama. Teknik pengawetan juga
memungkinkan untuk mendistribusikan bahan pangan secara merata ke seluruh
penjuru dunia. Dulu, orang-orang di Eropa tidak bisa menikmati makanan-makanan
Asia. Tetapi sekarang karena teknologi pangan setiap bangsa dapat menikmati
makanan khas bangsa lainnya.[3]
Pengembangan
di bidang teknologi pangan
Beberapa
proses terkait pemrosesan bahan pangan telah memberikan kontribusinya di bidang
teknologi pangan, terutama pada rantai produksi dan suplai pangan. Pengembangan
tersebut misalnya:
- Pembuatan susu bubuk telah menjadi dasar untuk pembuatan berbagai produk baru dari benda cair dan semi cair yang dapat diseduh (dapat direhidrasi kembali) setelah dikeringkan menjadi padatan berbentuk serbuk. Hal ini juga yang menjadikan proses distribusi susu menjadi lebih efisien dan cikal bakal berkembangnya industri susu formula.
- Dekafeinasi untuk kopi dan teh, namun lebih banyak digunakan pada biji kopi demi mengurangi kadar kafein pada kopi. Biji kopi kering diproses menggunakan uap hingga kadar airnya menjadi sektar 20%. Panas diberikan untuk memisahkan kafein dari biji kopi ke permukaan kulitnya. Lalu pelarut diberikan untuk memindahkan kafein dari biji kopi. Hingga tahun 1980-an, pelarut yang digunakan adalah pelarut organik. Karbon dioksida merupakan salah satu pelarut non organik yang digunakan untuk memisahkan kafein di bawah kondisi super kritis.
Ilmu
dan Teknologi Pangan
Departemen
Ilmu dan Teknologi Pangan di Institut Pertanian Bogor (IPB) adalah salah satu
Departemen tertua dari jenisnya di Indonesia. Departemen ini didirikan pada
tahun 1964 di bawah Fakultas Teknik dan Teknologi Pertanian, dan sebelumnya
disebut sebagai Departemen Teknologi Hasil Pertanian. Setelah 1981, nama
tersebut diganti sampai sekarang sebagai Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan. Departemen ini memiliki kompetensi inti di bidang ilmu pangan dan
teknologi pangan, khususnya dalam kimia pangan, mikrobiologi makanan, makanan
rekayasa proses, analisis makanan, kualitas makanan dan keamanan pangan.
Departemen
Ilmu dan Teknologi Pangan menghasilkan gelar sebagai berikut, Master dan
Program Doktor dalam Ilmu Pangan, dan Program Master Profesional dalam
Teknologi Pangan. Saat ini, Departemen telah 487 mahasiswa sarjana dan 146
master dan doktor siswa belajar di berbagai bidang ilmu makanan. Para
mahasiswa calon sarjana berasal dari hampir seluruh provinsi di Indonesia.
Pada periode tahun 1981 hingga 2010, Departemen telah 2.456 alumni untuk
program sarjana dan 470 alumni untuk program pasca sarjana. Sebagian besar alumni
kami bekerja di sektor-sektor terkait berbagai makanan dalam negeri dan luar
negeri. Dengan gelar Program Sarjana Teknologi Pangan.
Departemen
ini terdiri dari 56 anggota fakultas (37 PhD dan 19 MSc) dari berbagai latar
belakang yang memberikan keahlian dalam berbagai spesialisasi. Para anggota
fakultas memiliki keahlian di bidang kimia pangan, mikrobiologi makanan,
pengolahan makanan, teknik pangan, keamanan pangan, analisis makanan, kimia
rasa, bioteknologi dan bio-pengolahan, biokimia pangan dan gizi, dan
toksikologi makanan. Fakultas secara aktif terlibat dalam pengajaran dan
penelitian yang mencakup berbagai topik yang relevan dengan ilmu pangan,
teknologi dan gizi. Beberapa anggota fakultas yang diakui oleh otoritas
nasional dan internasional dan industri makanan di daerah yang beragam
seperti pengolahan makanan, keamanan pangan dan keamanan, gizi, analisis
makanan dan hukum makanan.
Departemen
ini telah mencapai keunggulan dalam pengajaran dan penelitian serta memiliki
mahasiswa-mahasiswa yang berkualitas. Departemen ini memiliki reputasi baik
dalam kinerja penelitian fakultas, kurikulum, proses pendidikan, kinerja
lulusan, manajemen internal dan organisasi, dan penciptaan dan perluasan
kemitraan yang saling menguntungkan dengan sektor pemerintah dan swasta,
nasional dan internasional. Departemen ini telah mengadopsi kurikulum ilmu
pangan direkomendasikan oleh Amerika Serikat Institut Teknologi Makanan (IFT)
sejak tahun 2003. Adopsi ini telah diakui Departemen sebagai trend setter
dalam pengembangan ilmu makanan dan pendidikan teknologi di Indonesia.
|